Tumplak Punjen, Tradisi Keikhlasan Orang Jawa dalam Pernikahan
- Januari 7, 2023
- 4:30 pm

SANTRI KERTONYONO – Prosesi pernikahan dalam adat Jawa memiliki tata cara yang khas dan sakral. Umumnya, ada tiga tata cara pernikahan, yakni tata cara sebelum pernikahan, tata cara berlangsungnya pernikahan, dan tata cara sesudah pernikahan.
Pada awal prosesi pernikahan adat Jawa berlaku tata cara nontoni atau silaturahmi, nglamar atau meminang, wangsulan atau pemberian jawaban, serta asok tukon atau pemberian uang dari keluarga calon pengantin pria kepada mempelai Wanita.
Selanjutnya berlaku tata cara srah-srahan, yakni penyerahan barang-barang dari pengantian pria ke calon pengantin wanita, nyantri atau hadirnya calon pengantian pria di kediaman mempelai wanita, pasang tarub dengan memasang tambahan atap untuk peneduh tamu, siraman upacara mandi kembang, dan midodareni.
Pada hari perhelatan acara, akan digelar upacara panggih pada keluarga pengantin putri. Kemudian berlanjut pengantin putra yang melakukan boyongan atau ngunduh mantu, yakni silaturahmi pengantin wanita ke kediaman pengantian pria.
“Namun, pada upacara panggih tersebut akan ada rangkaian prosesi lain, yakni prosesi tumplak punjen. Di beberapa wilayah, prosesi tumplak punjen ini dilaksanakan saat orang tua menikahkan anak mereka yang terakhir.” ujar Sumarsono dalam buku Tata Upacara Pengantin Adat Jawa.

Secara harfiah tumplak bermakna tumpah atau mengeluarkan seluruh isi dari dalam wadah. Sementara punjen berarti dipanggul. Jadi, tumplak punjen berarti telah selesai dimantukan semua anak, dan sekarang adalah mantu yang terakhir.
Biasanya, prosesi ini dilaksanakan sesaat setelah ijab qobul atau malam hari setelah berakhirnya resepsi. Beberapa masyarakat berkeyakinan bahwa prosesi tumplak punjen menjadi penanda orang tua pengantin telah selesai melaksanakan tanggung jawabnya sebagai orang tua.
“Kedua orang tua pengantin akan memberikan sebuah bungkusan kecil berisi bumbu dapur, beras kuning, uang logam dan komponen yang lain kepada semua anak cucunya,” ungkap Gesta Bayuadhy dalam buku Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa.
Tradisi Warisan Leluhur
Upacara pernikahan tradisi Jawa konon sudah berlaku sejak masa Keraton Mataram tahun 1588 M di Kota Gede. Sedangkan prosesi tumplak punjen konon sudah ada di jaman Kerajaan Majapahit (1293 M). Tradisi itu terus berlanjut hingga masa Mataram Islam.
Masuknya unsur Islam membuat perubahan tata cara pernikahan adat Jawa, terutama mengenai perlengkapan upacara atau uborampe. Uborampe yang digunakan lebih sederhana. Sesajen untuk persembahan dewa ditiadakan.
Tata cara pernikahan Jawa ini diyakini berasal dari keraton. Awalnya hanya dilakukan di lingkungan keraton atau mereka yang masih memiliki hubungan kerabat dengan abdi dalem keraton.
“Namun, sejak adanya akulturasi budaya dengan unsur Islam, terlebih di wilayah Keraton Yogya dan Solo, tata cara pernikahan adat mulai berbaur. Baik dengan budaya Hindu dan budaya Islam,” tulis Rochmatini Yadiana dalam jurnal Upacara Tumplak Punjen dalam Prosesi Panggih Pernikahan Adat Jawa di Kota Malang.
Uborampe yang dipakai bermacam-macam, yakni mulai kacang-kacangan, beras kuning, empon-empon, uang, serta aneka permen.
Istilah punjen yang memiliki arti wadah ini direpresentasikan sebagai simpanan atau tabungan orang tua. Sang ibu akan memberikan bungkusan-bungkusan kecil kepada semua anak, termasuk menantu dan seluruh keturunannya.
Hal itu dipandang sebagai teladan orang tua kepada anak-anaknya. Pelajaran tentang nilai kerelaan, tidak merebut milik orang lain, termasuk keyakinan bahwa hasil jerih payah orang tua telah diberikan secara adil atau panduming dumadi.
Orang tua pengantin sendiri dipandang tidak membutuhkan lagi hal-hal keduniawian. Hidup mereka hanya fokus untuk beribadah lebih khusyuk, menembah marang Gusti. Makna yang lebih luas dari tradisi tumplak punjen adalah harapan orang tua kepada anak agar senantiasa hidup hemat, memelihara kesehatan, menjaga keselamatan, termasuk keikhlasan orang tua yang sudah menikahkan seluruh anaknya.
Baca juga
- Makna Lakon Wayang Kulit Bima Suci Buat Anies Baswedan
- Ungkapan Anies Baswedan untuk Kondang Sutrisno: Selamat Jalan Pejuang
- Kisah Unik Wan Sehan di Rumah Anies Baswedan
- Peran Alim Ulama dalam Merekatkan Kembali Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
- Lahir Rabu Kliwon, Anies Baswedan Masuk Circle Weton Presiden