Sosok Mbah Wasil Setono Gedong, Ulama Besar Penasihat Raja Jayabaya 

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin
Situs Sentono Gedong Syekh AlWasil, Doho Kota Kediri. /Foto: travellersblitar.com

Melepas penat di akhir pekan kerap kali dimanfaatkan sebagian insan dengan mengunjungi sejumlah tempat wisata. Contohnya dengan melakukan wisata religi dengan berziarah ke makam-makam alim ulama yang tersebar di pelosok Indonesia.

Salah satu makam yang kerap menjadi tujuan para umat Islam di Pulau Jawa yaitu, Syeh Wasil Syamsudin atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Wasil.

Makam Mbah Wasil itu terletak di sebuah kawasan bernama Setono Gedong di Kota Kediri, Jawa Timur. Lokasi persisnya berada di di belakang Masjid Aulia Setono Gedong, Jalan Doho, Kediri.

Tidak sulit untuk mencapai ke lokasi makam karena cukup dengan berjalan kaki sekitar 100 meter ke arah barat melalui gang di tengah Jalan Dhoho tersebut.

Di dalam kawasan Setono Gedong itu juga terdapat makam tokoh agama lainnya, yakni Sunan Amangkurat Mas III, Raja Solo ke 3.

Dikutip dari berbagai sumber, Juru Kunci Makam M Yusuf Wibisono menjelaskan ihwal sosok mendiang Mbah Wasil tersebut.

Mbah Wasil adalah seorang ulama yang datang dari Istanbul, Turki. Kedatangannya ke pulau Jawa, untuk menyiarkan agama Islam di Kediri dan sekitarnya.

“Karena kehebatan ilmunya, Mbah Wasil waktu itu menjadi penasihat Raja Jayabaya, raja yang terkenal dengan ramalan Jayabaya. Oleh sebab itu, banyak isi dari ramalan Jayabaya adalah inti dari kitab Al-Qur’an,” kata Yusuf.

Yusuf telah menjadi kuncen di makam tersebut selama 14 tahun. Dia meneruskan tugas yang dahulu diemban oleh almarhum ayahnya.

Selain menjaga makam, Yusuf juga melayani para pelajar atau mahasiswa yang hendak meneliti lokasi wisata religi tersebut.

Meski begitu, terkait asal-usul Mbah Wasil terdapat beragam versi sejarah yang beredar di masyarakat. Setidaknya, ada tiga versi yang dipercaya, seperti Mbah Wasil itu merupakan seorang ulama besar dari Persia yang datang ke Kediri untuk membahas kitab Musyarar atas undangan dari Raja Jayabaya.

Tokoh inilah yang kemudian berupaya menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Kediri.

Sebagai seorang ulama besar atau tokoh penting yang berjasa mengembangkan Islam di Kediri, maka wajar jika setelah meninggal beliau mendapat penghormatan yang tinggi dari masyarakat.

Komplek bangunan makam Setono Gedong merupakan salah satu wujud penghormatan yang diberikan oleh masyarakat terhadap jasa beliau dalam mengembangkan agama Islam di Kediri.

Versi kedua: Mbah Wasil dipercaya adalah seorang arab dari Makkah. Alkisah, beliau akan dijadikan pemimpin negara setempat, tetapi beliau menolaknya, sebab ia lebih cinta pada Allah SWT.

Kemudian, dia mengasingkan diri atau hijrah ke Indonesia, tepatnya di Desa Setono Gedong. Dalam kisahnya, Mbah Wasil hendak membangun masjid dalam waktu satu malam, tetapi disaat dini hari terdengar suara wanita yang memukul lesung menumbuk padi.

Rencana Mbah Wasil pun urung terselesaikan, dan hasilnya hanyalah pondasi yang sampai saat ini masih ada.

Terakhir, ada juga yang percaya kalau Mbah Wasil merupakan ulama di Kediri yang hidup sezaman dengan para Wali Songo.

Tokoh ini dimungkinkan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan seorang wali, yaitu Sunan Drajat yang merupakan putra kedua dari Sunan Ampel.

Pendapat ini didasari oleh dua indikasi, pertama adanya kesamaan arsitektur bangunan dan ornamentasi yang terdapat di komplek bangunan Setono Gedong dengan kompleks bangunan makam Sunan Drajad di Lamongan.

Kedua, Istri Sunan Drajat adalah Retno Ayu Condro Sekar, seorang Putri Adipati Kediri yang bernama Suryo Adilogo.[]

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin

SERING DIBACA

IKUTI KAMI