Sejarah Kirab Kebo Bule dan Malam 1 Suro (2-Tamat)

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin
ritual kebo bule
Kebo Bule diarak keluar dari Keraton Surakarta, Kebo Bule ini dipercaya dapat memberi berkah bagi banyak orang /Foto: hitekno.com

SANTRI KERTONYONO – Kisah kirab Kebo Bule berasal dari masa pemerintahan Paku Buwono II di jaman Keraton Kartasura abad ke 17. Pada waktu itu Pangeran Mangkubumi yang berada di wilayah kerajaan tengah melakukan pemberontakan hingga memaksa sinuwun melarikan diri ke wilayah Ponorogo.

Bupati Ponorogo memberikan perlindungan dan untuk sementara sinuwun bertahan  hingga pemberontakan berakhir. Pada masa pelariannya, Raja Kartasura memperoleh petunjuk gaib bahwa pusaka Kiai Slamet harus direkso atau dijaga oleh sepasang Kebo Bule atau kebo albino.

Kebo Bule ini kemudian diyakini yang mampu menjaga keamanan dan kelanggengan wilayah kerajaan. Pada saat bersamaan Bupati Ponorogo tiba-tiba menghadiahi sepasang Kebo Bule kepada Paku Buwono II. Pemberian itu sebagai wujud bakti kepada raja.

Oleh Paku Buwono II, pisungsung atau persembahan dari Bupati Ponorogo tersebut diterima dengan baik. Ia kembali ke Keraton Kartasura dengan membawa sepasang Kebo Bule. Paska pemberontakan yang berhasil ditumpas, pusat kerajaan berpindah ke Desa Sala atau Solo dan berganti nama Keraton Surakarta Hadiningrat.

Kebo Bule ini kemudian berperan sebagai penjaga pusaka Kiai Slamet. Masyarakat lantas menyebutnya Kerbau Kiai Slamet. Pihak Keraton mencoba meluruskan persepsi itu dengan menjelaskan Kiai Slamet bukanlah nama kerbau. Kiai Slamet sendiri adalah nama pusaka yang tak kasat mata.

Konon, hanya sang Raja yang mengetahuinya, dan bagi masyarakat umum adalah misteri. Hingga saat ini, Kerbau Kiai Slamet telah beranak pianak dan masih dihormati dengan sebutan Kebo Bule Kiai Slamet.

Pada tahun 1725, saat Paku Buwuno II hendak mencari lokasi baru untuk wilayah keraton, ia melepas leluhur kebo-kebo bule. Selama kebo-kebo itu berjalan, para abdi dalem keraton pun juga ikut mengikuti.

Hingga akhirnya langkah segerombolan kebo ini berhenti di suatu tempat yang kini menjadi Keraton Kasunanan Surakarta. Kebo bule yang dianggap keramat itu memperlihatkan banyak keunikan.

Di antaranya sering berkelana ke tempat-tempat jauh untuk mencari makan. Perkelanaan rombongan kerbau ini tanpa diikuti abdi dalem yang bertugas menggembalakannya.

Informasi yang dihimpun, kerbau-kerbau ini sering sampai di wilayah Cilacap yang jaraknya lebih dari 100 km dari Solo. Bahkan pernah sampai ke Madiun, Jawa Timur. Uniknya, menjelang Tahun Baru Jawa, kerbau keramat itu selalu kembali ke keraton.

Terutama bagi pihak keraton, Kebo Bule Kiai Slamet menjadi simbol kekuatan. Di antaranya untuk keperluan pengolahan pertanian, yakni menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar orang Jawa.

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin

SERING DIBACA

IKUTI KAMI