Sayyid Sulaiman, Auliya Keturunan Rasullullah yang Pernah Bikin Kaget Sultan Mataram

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin
Makam Mbah Sayyid Sulaiman Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur /Foto: Google map - Cak Fatih

santrikertonyonoSayyid Sulaiman seorang ulama yang alim. Ia juga dikenal memiliki ilmu kanuragan yang mumpuni, sehingga rekam jejaknya banyak mengisahkan khariqul ‘adah (Tak sesuai dengan kebiasaan). Terutama dalam aktifitasnya menyebarkan agama Islam.

Cerita itu membuat Sultan Mataram Islam penasaran. Diam-diam hatinya tergoda untuk membuktikan kebenaran cerita karomah Sayyid Sulaiman. Selembar undangan pun dikirimkan. Undangan kepada Sayyid Sulaiman untuk menghadiri hajat pernikahan putri sultan.

Dalam undangannya, Sultan Mataram juga meminta Sayyid Sulaiman menampilkan pertunjukkan yang belum pernah ada sebelumnya. “Sayyid Sulaiman menyanggupi permintaan Sultan ini,” tulis M Solahudin dalam buku Napak Tilas Masyayikh, Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura.

Mbah Sayyid Sulaiman memenuhi undangan sultan. Di tengah hajat pernikahan, ia tiba-tiba meminta disediakan beberapa potongan bambu. Bambu disiapkan, dan Sayyid Sulaiman meletakkannya di atas meja.

“Sayyid Sulaiman kemudian minta izin untuk pergi sebentar,” demikian cerita tutur yang berkembang. Entah apa yang terjadi. Sayyid Sulaiman tak kunjung kembali. Sultan yang sudah jenuh menunggu, mulai kehilangan kesabaran.

Dikisahkan bagaimana karena kesal, bambu di atas meja itu kemudian disambarnya. Sultan membantingnya ke atas lantai. Apa yang terjadi?. Semua yang ada di ruangan tersebut sontak terperanjat, tak terkecuali sultan.

“Tiba-tiba bambu-bambu itu berubah menjadi berbagai macam binatang”. Konon, semua binatang jelmaan bambu itu kemudian dipelihara di kebun binatang yang bernama Sriwedari. Dalam sejarahnya, kebun binatang Sri Wedari merupakan peninggalan Kerajaan Mataram.

Sejumlah sumber menyebut, Sriwedari berasal dari kata “sri” dan “wedari”. Sri berarti tempat. Sedangkan “wedari” kependekan dari “wedar sabdane Sayyid Sulaiman”. Dalam peristiwa itu, Sultan Mataram mengakui karomah yang dimiliki Mbah Sayyyid Sulaiman. Ia lantas memerintahkan beberapa prajuritnya untuk mencari Sayyid Sulaiman. “Namun mereka sulit menemukannya”.

Siapa Sayyid Sulaiman?

Saat peristiwa bambu menjelma berbagai macam binatang, Sayyid Sulaiman bertempat tinggal di Solo, Jawa Tengah. Sebelum bermukim di Solo, Mbah Sayyid Sulaiman sempat singgah di Pekalongan.

Sayyid Sulaiman merupakan putra Sayyid Abdurrahman Basyaiban, seorang ulama asal Yaman, Timur Tengah. Silsilahnya diyakini tersambung hingga Ali Bin Abi Thalib, menantu sekaligus keponakan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Hal itu yang membuatnya berhak memakai gelar “sayyid” di depan namanya. Sayyid Abdurrahman Basyaiban (ayah Sayyid Sulaiman) menjejakkan kaki di Pulau Jawa sekitar abad ke-16 M. Cirebon menjadi tempat persinggahannya yang pertama.

Sayyid Abdurrahman kemudian menikahi Syariffah Khadijah, putri Sunan Gunung Jati. Pernikahan tersebut melahirkan tiga orang anak, yakni Sayyid Sulaiman, Sayyid Abdurrahim dan Sayyid Abdul Karim.

Jika dilihat silsilah dari jalur ibu, Sayyid Sulaiman adalah cucu dari Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah,” tulis M Solahudin.

Sebagai putra sekaligus cucu ulama besar, Sayyid Sulaiman bersama dua saudaranya mengikuti jejak pendahulunya. Mereka juga tampil sebagai penyebar Islam di tanah Jawa. Pengaruh ketiganya membuat kolonial Belanda gusar. Tiga orang bersaudara itu lantas, dipisahkan.

“Sayyid Sulaiman dibuang ke arah Timur (Jawa sebelah timur),” demikian cerita yang berkembang. Belanda sudah lama tidak menyukai orang-orang Islam. Mulai era Pati Unus dari Demak, Fatahillah hingga Raja Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma, orang-orang Islam dianggap sebagai golongan yang berbahaya.

Pengawasan terus berlanjut hingga masa Pangeran Diponegoro yang puncaknya paska meletusnya Perang Jawa (1825-1830). Karel Fredirik Holle (1829-1896), Penasihat Kolonial Belanda untuk Urusan Pribumi (adviseur voor inlandsche zaken) menyimpulkan, para haji dan guru agama merupakan bahaya terbesar yang dimiliki Islam.

Holle menarasikan orang-orang Islam pengikut tarekat sebagai orang-orang yang sangat fanatik dan anti Eropa. “Diantara mereka itu (haji dan guru agama) yang paling berbahaya adalah para penyebar persaudaraan Islam yang dikenal dengan nama tarekat,”tulisnya.

Sementara paska insiden “kebun binatang Sri Wedari”, Sayyid Sulaiman telah meninggalkan Solo. Ia bertolak menuju ke wilayah Ampel, Surabaya. Di Ampel, Sayyid Sulaiman nyantri kepada ulama penerus Sunan Ampel. Sementara mendengar kabar itu, Sultan Mataram mengirimkan prajuritnya untuk menyusul.

Diantara prajurit Mataram tersebut ternyata ada Sayyid Abdurrahim, adik Sayyid Sulaiman. Kakak adik yang lama terpisah itu, akhirnya bertemu di Ampel Surabaya. Keduanya memutuskan tak kembali ke Mataram, dan memilih memperdalam Islam di pesantren Ampel.

Makam mbah Sayyid Sulaiman sering dikunjungi para peziarah /Foto : Google map – Idris Alba

Dari Ampel, Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrahim melanjutkan rihlah ilmiahnya ke Pasuruan, Jawa Timur. Keduanya nyantri kepada Mbah Sholeh Semendhi, seorang ulama di daerah Segoropuro. Selama perjalanannya sebagai santri, banyak cerita tentang karomah Sayyid Sulaiman.

Di Pasuruan, nama Sayyid Sulaiman tersohor sebagai ulama yang linuwih dalam hal kanuragan. Usai berguru kepada Mbah Sholeh, Sayyid Sulaiman menetap di Kanigoro yang juga masih wilayah Pasuruan. Sayyid Sulaiman sempat mendapat julukan Pangeran Kanigoro.

Sayyid Sulaiman juga sempat menjadi penasehat Untung Surapati,” kata M Solahudin dalam buku Napak Tilas Masyayikh, Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura.

Dari pernikahannya dengan putri Mbah Sholeh gurunya, Sayyid Sulaiman memiliki seorang anak bernama Ali Akbar. Sayyid Ali Akbar kelak bertempat tinggal di wilayah Ndresmo. Pernikahannya dengan seorang wanita asal Malang, Mbah Sayyid Sulaiman memiliki keturunan anak laki-laki bernama Hazam.

Sementara saat masih bertempat tinggal di Pekalongan, Jawa Tengah, Sayyid Sulaiman sempat menikah dan dikaruniai empat orang anak. Diantaranya adalah Sayyid Hasan, Sayyid Abdul Wahab dan Sayyid Muhammad Baqir (Ketiganya dimakamkan di Geluran, Sepanjang Sidoarjo).

Di Dusun Kanigoro, Desa Gambiran, Pasuruan, Jawa Timur Sayyid Sulaiman mendirikan masjid. Kayu hutan yang dipakai bangunan masjid konon berukuran sangat besar, yang untuk membawa ke lokasi sampai mengerahkan 40 ekor sapi. Namun karena tak juga berhasil menarik, Mbah Sayyid Sulaiman memperlihatkan karomahnya untuk memindahkan kayu.

Sayyid Sulaiman juga membuka wilayah hutan Sidogiri yang saat itu terkenal sebagai kawasan angker. Di kawasan yang tak terjamah manusia itu, pada 1745 Masehi, Sayyid Sulaiman mendirikan pondok pesantren. Dalam perkembangannya ponpes tersebut dikenal sebagai Pesantren Sidogiri, Pasuruan.

Nama Sayyid Sulaiman sebagai ulama penyebar Islam makin terkenal dan sampai ke telinga Sultan Mataram. Sultan pun melalui utusan seorang adipati, mengundang Sayyid Sulaiman datang ke Keraton Mataram. Dalam sebuah versi menyebut, dalam perjalanan menuju Keraton Mataram, Sayyid Sulaiman jatuh sakit.

Di wilayah Mojoagung, Jombang Jawa Timur, seorang kiai bernama Mbah Alif merawat Sayyid Sulaiman. “Namun Sayyid Sulaiman wafat sebelum sampai ke keraton Mataram,” tulis M Solahudin.

Mbah Sayyid Sulaiman tutup usia pada 24 Maret 1780 Masehi dan dimakamkan di Desa Betek, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang. Makam Mbah Sayyid Sulaiman hingga ini menjadi salah satu makam auliya yang dikunjungi para peziarah Wali Songo di Jawa Timur .

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin

SERING DIBACA

IKUTI KAMI