Safari Wayang Kulit, Cara Anies Baswedan Merawat Kebudayaan Jawa di Magetan
- Oktober 6, 2022
- 3:41 pm

SANTRIKERTONYONO – Pagelaran wayang kulit yang diselenggarakan Komunitas Pelestari Seni Budaya Nusantara (KPSBN) di Dusun Becok, Desa/Kecamatan Kartoharjo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur berlangsung meriah.
Selama tiga hari berturut-turut warga Magetan gayeng menikmati pertunjukan wayang kulit dengan lakon yang berbeda. Mereka yang datang berasal dari berbagai lapisan sosial dan usia.
“Alhamdulillah warga yang hadir untuk menikmati wayang sangat antusias,” tutur Glesos Yoga Mandira selaku Ketua KPSBN kepada Santri Kertonyono.
KPSBN merupakan komunitas orang-orang yang peduli dengan budaya peninggalan leluhur nusantara. Organisasi ini berdiri mulai tahun 2015 di mana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai pembinanya.
Dalam upaya pelestarian budaya Jawa di Magetan ini, KPSBN berjalan bersama organisasi Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi). Di Desa Kartoharjo, cerita Wirotho Parwo yang dimainkan dalang Ki Wiranto menjadi lakon pembuka.
Hari kedua kemudian disusul lakon Makutho Romo. Sebuah kisah tentang kepemimpinan, di mana Sri Kresna tengah mewejangkan ajaran Astabrata kepada Arjuna. Aksi dalang Ki Widodo berhasil memukau para penikmat wayang.
Begitu juga pada hari ketiga. Dalang asal Solo, Ki Cahyo Kuntadi yang memainkan lakon Bedah Lokopolo membuat lapangan Becok penuh sesak oleh penonton. Luar biasanya, para penonton bertahan hingga akhir cerita.

Sebelumnya, pertunjukan wayang kulit serupa juga digelar di Desa Madigondo Kecamatan Takeran dengan dalang Ki Winarto. “Tema acara pagelaran wayang kulit ini adalah Merajut Kearifan Lokal, Membangun Jati Diri Bangsa,” terang Yoga Mandira.
Dalang-dalang lokal Kembali Hidup
Di atas panggung, dalang Ki Winarto memainkan lakon Makutho Romo. Pertunjukan yang dimulai pukul delapan malam itu menarik perhatian warga yang dua tahun terakhir ini sepi hiburan akibat pandemi Covid-19.
Warga terlihat antusias mengikuti jalannya cerita. Tidak sedikit yang berdiri di pinggir panggung. Begitupun para pedagang kecil yang sejak sore hari mengambil tempat di lapangan Dusun Becok, Desa Kartoharjo. Mereka turut menyimak lakon Makutho Romo.

Makutho Romo berinti cerita tentang ajaran Astabrata yang wajib dimiliki seorang pemimpin bangsa. Ada delapan sifat alam semesta yakni di antaranya, seorang pemimpin wajib mempunyai sifat bumi.
“Bumi bersifat selalu memberi tanpa pilih kasih sekaligus tidak pernah melihat apa yang diberikan sebagai hutang piutang,” demikian disampaikan dalang.
Pemimpin juga harus memiliki sifat matahari, yang diterjemahkan selalu memberi penerangan sekaligus mampu menjadi motivasi semangat hidup bagi rakyatnya. Lalu juga harus mempunyai sifat bulan, angin, samudera, air, api dan bintang.
“Sifat bintang adalah pemimpin harus menjadi panutan dan apa yang dilakukan memiliki dampak kebaikan bagi bangsa dan negara”.
Ketua Pepadi Magetan Ki Muslimin Ariwibowo melihat hal itu pada diri Anies Baswedan. Ia menyebut Anies memiliki sifat lembah manah atau rendah hati.
Pada konteks wayang kulit, yang dilakukan Anies Baswedan dengan menggelar pentas wayang kulit secara marathon di daerah, khususnya di Magetan, sangat membantu para dalang wayang kulit, terutama dalang lokal.
Sebab sejak hantaman pandemi Covid-19, job-job manggung yang biasanya datang di setiap hari-hari besar, berhenti total. Tak hanya komunitas dalang. Kehilangan mata pencaharian akibat pandemi Covid-19 juga dirasakan para sinden serta penabuh gamelan.
“Tidak sedikit dalang yang menggadaikan gamelan, bahkan pada akhirnya menjualnya,” tutur Muslimin Ariwibowo.
Kabupaten Magetan merupakan daeah yang memiliki dalang cukup banyak. Saat ini yang tergabung dalam Pepadi sebanyak 22 orang, termasuk para dalang tua berusia 60 tahun ke atas.
Menurut Muslimin, populasi dalang wayang kulit di Magetan dan Madiun tidak sebanyak di wilayah Ngawi dan Ponorogo. Namun dengan situasi serba sulit, termasuk posisinya yang semakin terpinggir, jumlah populasi dalang yang aktif berpentas, secara umum terus mengecil.
Di luar pandemi sendiri, kata Muslimin perhatian pemerintah terhadap kesenian wayang kulit dinilai juga masih kurang. Sementara organisasi Pepadi tidak memiliki anggaran untuk menggelar event wayang kulit yang seharusnya dilakukan pemerintah.
Karenanya, untuk bertahan hidup, banyak dalang yang terpaksa banting stir ke profesi lain. Bahkan tidak sedikit yang menggadaikan atau menjual perkakas wayangnya. “Pembinaan pemerintah masih kurang. Tanpa itu dalang tidak bisa jalan, karena terkendala finansial. Pepadi sendiri tidak ada dana,” terang Muslimin
Adanya pagelaran wayang kulit yang dilakukan secara marathon oleh KPSBN di Magetan, bagi Pepadi sangat membantu para dalang, terutama dalang lokal. Muslimin berharap, kegiatan yang mengusung tema Merajut Kearifan Lokal, Membangun Jati Diri Bangsa itu tidak hanya berlangsung di Magetan, tapi juga di daerah lain.
Sebab tidak hanya menghidupkan kembali kesenian wayang kulit. Kegiatan yang sedang berjalan ini juga menghidupkan ekonomi kerakyatan di sekitarnya. “Hari ini kami berterima kasih sekali kepada ketua KPSBN dengan Pak Anies (Anies Baswedan) sebagai pembinanya yang telah memperhatikan kami. Sehingga para dalang wayang kulit bisa eksis kembali,” pungkas Muslimin.
Baca juga
- Ungkapan Anies Baswedan untuk Kondang Sutrisno: Selamat Jalan Pejuang
- Kisah Unik Wan Sehan di Rumah Anies Baswedan
- Peran Alim Ulama dalam Merekatkan Kembali Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
- Makna Lakon Wayang Kulit Bima Suci Buat Anies Baswedan
- Lahir Rabu Kliwon, Anies Baswedan Masuk Circle Weton Presiden