Perayaan Hari Santri, Mengenang Kembali Mbah Hasyim Serukan Jihad Kebangsaan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin
hari santri, santri, santrikertonyono.com, perjuangan
Para Pejuang dari Kalangan Santri "jihad kebangsaan membela tanah air harus dikobarkan" /Foto: www.laduni.id

SANTRI KERTONYONO – Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari menolak mundur. Apapun yang terjadi, Mbah Hasyim begitu para santri biasa memanggil, tidak akan lari dari ancaman Belanda yang kembali menyerbu Indonesia.

Paska Jepang kalah oleh Sekutu pada Agustus 1945, Belanda berniat kembali menjajah Indonesia yang belum lama memproklamasikan kemerdekaan. Pasukan Belanda datang dengan membonceng NICA yang bermisi melucuti tentara Jepang.

Bagi Mbah Hasyim, jihad kebangsaan membela tanah air harus dikobarkan. Karenanya permintaan Bung Tomo kepada Mbah Hasyim untuk segera mengungsi karena pasukan penjajah sedang menuju Tebuireng Jombang, Jawa Timur, tidak digubrisnya.

Kiai Hasyim memilih menghadapi penjajah daripada mengungsi atau bersembunyi,” tulis Zuhairi Misrawi dalam Hadratussyaikh Hasyim Asyari, Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan.

Berhadapan dengan penjajah bukan hal baru bagi Kiai Hasyim Asyari. Bahkan sepanjang tahun 1940, kolonial Belanda pernah menyerbu sekaligus menghancurkan bangunan pondok pesantren Tebuireng, Jombang. “Bahkan kitab-kitab milik pesantren dibakar”.

Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), Mbah Hasyim juga pernah ditangkap dan dijebloskan penjara. Jepang murka karena Mbah Hasyim menolak melakukan saikerei, yakni membungkukkan badan untuk menghormat kepada kaisar Jepang dan Dewa Matahari.

Mbah Hasyim mendekam dari satu penjara ke penjara lain. Dari penjara Jombang dipindah ke penjara Mojokerto dan lalu dijebloskan ke penjara Bubutan, Surabaya. Selama dalam penjara kakek Gus Dur itu menerima berbagai perlakuan kasar. Tentara Jepang tak berhenti menyiksanya.

Pada saat Soekarno atau Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Pegangsaan Timur, Jakarta (17 Agustus 1945), Mbah Hasyim masih mendekam di dalam penjara.

Kiai Hasyim dibebaskan pada tanggal 18 Agustus 1945, setelah 4 bulan mendekam di penjara,” tulis Zuhairi Misrawi. Sikap Mbah Hasyim terhadap segala bentuk penjajahan telah bulat. Penjajahan pada dasarnya adalah penindasan yang itu tidak dibenarkan dalam kacamata agama dan kemanusiaan.

Karena itu segala macam penjajahan harus dilawan dengan segala upaya untuk cita-cita kemerdekaan,” demikian sikap Mbah Hasyim.

Menurut Muhammad Asad Syihab (1994) semangat anti kolonialisme Mbah Hasyim tumbuh sejak masih belajar di Mekkah. Terutama pasca jatuhnya dinasti Ottoman Turki, Mbah Hasyim mengumpulkan kawan-kawannya dari berbagai negara.

Semua diajaknya bersama-sama berikrar dan berdoa di depan Multazam, bagaimana panji-panji Islam senantiasa tegak dan berbagai bentuk penjajahan harus dilawan.

Muhammad Ishom Hadzik dalam KH Hasyim Asyari: Figur Ulama dan Pejuang Sejati (2000) menyebut Mbah Hasyim pada masa penjajahan terus berkomunikasi dengan tokoh-tokoh muslim dari berbagai penjuru dunia.Mereka membahas bagaimana melawan penjajahan dan kemerdekaan bisa segera digapai.

“Tokoh-tokoh tersebut antara lain Pangeran Abdul Karim al-Khatthabi (Maroko), Sultan Pasha al-Athrasi (Suriah), Muhammad Amin al-Husaini (Palestina), Dhiyauddin al-Syairazi, Muhammad Ali dan Syaukat Ali (India) serta Muhammad Ali Jinnah (Pakistan)”.

santri, hari santri, santrikertonyono.com
Visual Teks Perjuangan yang membakar semangat jihad kebangsaan membela tanah air “Toentoetan Nahdatoel Oelama” /Foto: ppsalmanalfarisi.com

Karenanya begitu Belanda hendak kembali menjajah, Mbah Hasyim memilih memantau pergerakan para pejuang, terutama laskar Hizbullah dan Sabilillah. Ia terus memberikan bimbingan kepada para sukarelawan perang dari barisan Hizbullah dan Sabilillah.

Dalam sejarah menghadapi penjajah, Bung Tomo dan Jenderal Sudirman kerap berdiskusi sekaligus meminta fatwa dari Mbah Hasyim. Kedua tokoh kemerdekaan itu juga meminta dukungan dari kalangan pondok pesantren.

Di depan forum Masyumi Mbah Hasyim menyatakan: Belanda telah mempermainkan kehormatan negeri kita dan membuat rusuh tentang kekayaan negeri kita. Pada tanggal 22 Oktober 1945, Mbah Hasyim bersama sejumlah ulama di Kantor NU Jawa Timur mengeluarkan resolusi jihad untuk melawan pasukan gabungan Belanda dan Inggris.

Salah satu isinya berbunyi: Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardhu ain (yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak) bagi yang berada dalam jarak 94 km dari Surabaya. Fardhu ain hukumnya membela Surabaya”.

Kemudian kaidah hubb al-wathan min al-iman di kalangan muslim yang berarti mencintai tanah air adalah sebagian dari iman, semakin dipertegas. Bahwa mati demi membela tanah air adalah misi mulia yang akan mempertebal keimanan seorang muslim.

Dengan terbitnya reolusi jihad itu seluruh umat Islam terbakar semangatnya melakukan perlawanan pada 10 November 1945. Untuk memperingati peristiwa itu, Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 menetapkan 22 Oktober sebagai Hari santri. Penetapan disahkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.

 

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin

SERING DIBACA

IKUTI KAMI