Menggali Tradisi Kuno, Puasa Tiga Tahun Tanpa Henti di Kalangan Masyarakat Jawa
- Juli 3, 2022
- 8:29 am

Pengertian puasa secara harfiah tak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga, lebih dari itu puasa mengajarkan umat Muslim menahan hawa nafsunya, arti kesabaran dan rasa syukur. Umumnya, puasa dilakukan saat bulan suci Ramadhan, namun ada juga beberapa puasa sunnah lainnya yang juga dianjurkan.
Puasa tak hanya identik dengan kebiasaan umat Muslim, namun adat dan tradisi Jawa yang telah terakulturasi dengan ajaran Islam juga mempunyai kebiasaan berpuasa. Puasa ini biasanya lebih dikenal puasa weton atau puasa kelahiran serta puasa-puasa lainnya yang dianggap penting bagi masyarakat Jawa. Sebagian besar puasa ini diyakini bisa mendatangkan keselamatan dan keberkahan.
Terlepas dari puasa yang dilakukan oleh adat Jawa, ada salah satu puasa yang sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jawa, khususnya masyarakat di Jawa Tengah. Puasa ini sering disebut sebagai Dalail Khairat atau menjalankan puasa selama tiga tahun berturut-turut tanpa henti.

Di Jawa Tengah sendiri, puasa ini sudah mendarah daging dalam kurikulum beberapa pondok pesantren. Salah satunya yakni Pondok Pesantren di Kabupaten Kudus. Pondok pesantren cukup banyak dikenal masyarakat karena mengajarkan tradisi Dalail Khairat kepada para santrinya. Apabila ada yang terputus, maka wajib mengulang puasa dari awal.
Tak hanya itu, orang atau santri yang berpuasa dalail juga dianjurkan untuk melantunkan dzikir dengan bacaan yang terdaoat di kitab dala’il al-khairat, yang merupakan kitab dari karya Imam Muhammad ibn Sulaiman Al-Jazuli. Alhasil, puasa pun tak hanya sekedar puasa tetapi juga mengamalkan dzikir setiap hari.
Aturan lain pun juga menyelimuti pelaksanaan puasa ini, pasalnya tak boleh sembarang orang yang begitu serta merta melakoni puasa selama tahun tersebut. Seseorang yang hendak melakukan ibadah puasa dalail harus dan wajib hukumnya mendapatkan izin dari seorang guru spiritualnya atau bisa disebut mujiz.
Mujiz ini tak lain merupakan seorang mursyid atau orang yang telah lama menjalankan ibadah puasa dalail khairat tersebut. Syarat selanjutnya adalah dengan mendapatkan izin atau restu dari guru spiritualnya untuk meneruskan usaha dakwah puasa dalail khairat kepada lingkungan tempat ia tinggal dengan cakupan masyarakat yang lebih luas.
Meskipun terdengar cukup ekstrim, puasa dalail nyatanya pernah diperdebatkan oleh beberapa ulama atau tokoh agama, khususnya dalam sudut pandang hukum pelaksanaan. Dikutip dari jurnal “Organisasi Dala’il Khairat (Studi Pengamal Dala’il Khairat KH. Ahmad Basyir Kudus)”, Abdul Jalil menjelaskan bahwa Husein ketika masa mudanya pernah mengecam ayahnya membaca dala’il al-khairat karena dianggap membuang waktu yang sia-sia.
Terlepas dari hal tersebut, nyatanya pengamalan dala’il al-khairat masih banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa. Bahkan, tak jarang pengamalan wirid itu dilakukan secara berjamaah di beberapa pondok pesantren yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Mujiz Dalail Khairat dari Kudus
Salah satu pondok pesantren yang namanya santer terdengar sebagai tempat rujukan adalah Pondok Budaya Bumi Wangi di Kabupaten Kudus. Pondok pesantren ini diyakini sebagai tujuan bagi orang-orang dari seluruh pelosok Indonesia untuk meminta ijazah puasa dalail.
Secara historis, pondok pesantren ini didirikan oleh Kiai Haji Yasin atau mbah Yasin pada tahun 1913. Menurut pengasuh pondok Gus Kholid Sanusi Yasin, ajaran tentang Dalail Khairat tak bisa dilepaskan dari sosok mbah Yasin yang telah menjadi mujiz atau guru Dalail Khairat. Diketahui, keahlian mbah Yasin sebagai mujiz mewarisi ilmu dari Kiai Amir.
Dilansir dari Detik Jateng, salah satu cucu dari mbah Yasin ini menegaskan bahwa untuk menjadi mujiz Dalail Khairat tidak bisa sembarang orang. Hal itu dikarenakan, sosok mujiz inilah yang nantinya akan memberikan ijazah kepada Dalail Khairat kepada para santrinya.
Perjalanan mbah Yasin hingga mampu menjadi mujiz Dalail Khairat pun juga tidak mudah, konon mbah ia mendapatkan silsilah amal riyadhah atau berkah Dalail Khairat dari gurunya yakni mbah Amir Bin Idris Cirebon yang menetap di daerah Pekalongan.
Sementara, Kiai Amir sendiri memiliki seorang guru yang bernama Syah Mahmud Aftarmasi yang juga tinggal di salah satu daerah di Indonesia. Secara garis keturunan, Kiai Amir Pekalongan ini diketahui menurunkan sanad mbah Yasin. Yang dimana mbah Yasin merupakan cucu dari mbah Ahmad Mutamakkin Kajen dari Pati yang mempunyai nasab dari Raden Rahmat Sunan Ampel.
Setelah mbah Yasin meninggal, ia lantas memberikan sanad kepada dua santrinya. Masing-masing yakni Muhammadun Pondoan Pati serta Kiai Said Kirig. Dimana, kedua orang tersebut telah diizinkan untuk memberikan ijazah kepada orang lain atau santri lain yang telah menyelesaikan puasa Dalail Khairat tersebut.
Kini, kitab Dalail Khairat telah menjadi tradisi turun temurun hingga hari ini, bahkan di Indonesia terdapat salah satu mujiz yang juga mempunyai silsilah hingga kepada mualim tersebut. Bisa dikatakan bak berawal dari sebuah tarekat atau tirakat membaca kitab Dalail Khairat.
Namun, ada beberapa sumber yang menyebutkan bahwa tradisi Dalail Khairat ini bisa dilakukan dengan beberapa metode. Dalam artian, tidak hanya harus menjalankan puasa selama tiga tahun berturut-turut, tetapi juga bisa membaca kitab Dalail Khairat hingga selesai.
Dalam artian, amalan berkah dari Dalail Khairat ini bisa dilakukan dengan berpuasa atau satu kali khatam selama tiga tahun, dua kali khatam selama enam tahun, atau tiga kali khatam yang dilakukan selama 9 tahun dan begitupun seterusnya bahkan hingga seumur hidup.
Para santri yang melakoni puasa atau amalan ini pun bukan tanpa alasan, banyak dari mereka yang telah berhasil menyelesaikan puasa selama 3 tahun berturut-turut merasakan buah manisnya. Selain sebagai upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, tak sedikit dari mereka yang menuai kesuksesan hidup dan karir.
Meskipun bentuk pengamalannya yang berbeda-beda, yakni bisa dilakukan dengan berpuasa atau membaca kitab, tidak ada maksud atau niat untuk membanding-bandingkan. Pasalnya, pengamalan tersebut dilakukan sesuai kemampuan individu masing-masing.
Amalan dan Wirid Dalail Khairat
Wirid Dalail Khairat secara garis besar cukup tenar di kalangan santri dan para pengamal ilmu tarekat. Cara membaca wirid ini konon cukup bervariasi, namun banyak orang yang mengamalkannya dengan membaca sesuai pembagian harian yang biasanya disebut hizb.
Namun, ada pula yang langsung mengkhatamkan keseluruhan isi dari Dalail Khairat di setiap harinya. Tak sedikit pula tokok ulama ataupun kiai yang mengkhatamkan kitab tersebut setiap selesai menunaikan ibadah sholat, jadi bisa dihitung bahwa dalam satu hari ia bisa mengkhatamkan kitab Dalail Khairat sebanyak lima kali.
Secara umum, Dalail Khairat merupakan sebuah kitab yang dikarang oleh Sayid Muhammad Sulaiman Aljazuli, serta berisikan tentang kandungan-kandungan shawalat Nabi Muhammad SAW. Bagi beberapa santri yang mengamalkan puasa, biasanya akan dibarengi dengan membaca shalawat dari kitab tersebut.
Namun, ada beberapa poin yang perlu diluruskan bahwa puasa yang dilakukan selama bertahun-tahun atau biasanya tiga tahun ini tidak boleh dilakukan pada hari tasyrik. Nantinya, puasa tersebut akan diganti pada hari lainnya hingga genap selama kurang lebih tiga tahun atau lebih.
Jika dibedah, kitab Dalail Khairat banyak menerangkan tentang kebesaran Allah dan keagungan Nabi Muhammad. Akan cukup berbahaya bagi seseorang yang tidak mempunyai guru untuk mendampingi membaca Dalail Khairat ini, selain ia akan hanya sekedar membaca, ia juga akan kesulitan dalam mengamalkan isi dari kitab tersebut.
Tak sedikit yang meyakini bahwa dengan mengamalkan isi kitab ini maka selama perjalanan hidupnya senantiasa diselimuti keberkahan, ia juga akan mendapatkan syafaat Nabi Muhammad agar bisa menjadi calon-calon penghuni surga.
Namun beberapa keutamaan mengamalkan Dalail Khairat yang paling sering didengar adalah cepat terkabulnya hajat atau keinginan bagi seseorang. Bak seperti keajaiban, seseorang yang telah membaca Dalail Khairat hingga khatam tak perlu menunggu lama agar impiannya cepat menjadi nyata.
Terlepas dari kepercayaan itu, alangkah jauh lebih baik apabila niat untuk mengamalkan Dalail Khairat semata-mata ingin mendekatkan diri kepada Allah tanpa mengharapkan pamrih apapun terlebih kesenangan yang bersifat duniawi. Dengan begitu, berkah keikhlasan dalam menjalankan ibadah bisa terasa lebih nikmat.
Baca juga
- Lahir Rabu Kliwon, Anies Baswedan Masuk Circle Weton Presiden
- Kisah Unik Wan Sehan di Rumah Anies Baswedan
- Makna Lakon Wayang Kulit Bima Suci Buat Anies Baswedan
- Peran Alim Ulama dalam Merekatkan Kembali Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
- Ungkapan Anies Baswedan untuk Kondang Sutrisno: Selamat Jalan Pejuang