Jalan Takdir Tak Terduga Jaka Tingkir Menjadi Raja
- Desember 22, 2021
- 5:13 pm

Jaka Tingkir semula menyandang status anak pemberontak, dipungut, masa depannya pun tak jelas. Namun, takdir tiada dapat diduga. Ia menjelma jadi sosok yang diperhitungkan, menikahi putri raja, sampai akhirnya memimpin Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya (1549-1582 M) sekaligus memungkasi Kesultanan Demak yang pernah menghukum mati ayahnya.
Catatan yang tersedia hanya menyebut Jaka Tingkir lahir di Pengging (kini daerah Boyolali, Jawa Tengah) pada Rabu Legi, 8 Jumadil Akhir, tahun Dal, mangsa VIII. Jaka Tingkir bukanlah nama aslinya. Ia terlahir dengan nama Mas Karebet yang terinspirasi dari suara wayang beber yang kemrebet lantaran tertiup angin.
Saat Mas Karebet dilahirkan, sang ayah sedang menggelar pertunjukan wayang bersama sahabatnya, Ki Ageng Tingkir. Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (2005) menyebut bahwa dua karib itu adalah pengikut atau murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir sakit lalu meninggal dunia.

Ayahanda Mas Karebet bernama Kebo Kenanga yang berasal dari Pengging sehingga lebih dikenal sebagai Ki Ageng Pengging. Ketika Mas Karebet berusia 10 tahun, Ki Ageng Pengging dihukum mati lantaran dituding melakukan pemberontakan terhadap Kesultanan Demak pada era kepemimpinan sultan pertama, Raden Patah (1475-1518).
Disebutkan pula oleh Slamet Muljana, Raden Patah kemudian meminta kepada Sunan Kudus untuk membujuk Ki Ageng Pengging untuk tunduk kepada Kesultanan Demak. Namun, permintaan itu ditolak dan Ki Ageng Pengging tewas dihukum mati.
Keluarga Ki Ageng Pengging murka dan menyimpan dendam kepada Sunan Kudus. Tak lama setelah Ki Ageng Pengging dieksekusi mati, istrinya yang teramat sedih menyusulnya. Nyi Ageng Pengging meninggal dunia dalam kepiluan. Jadilah Mas Karebet yatim piatu.
Berguru Kepada Orang-orang Hebat
Mas Karebet yang masih berusia bocah kemudian diangkat anak oleh Nyi Ageng Tingkir, janda Ki Ageng Tingkir. Dari situlah, seperti yang diungkapkan oleh H.J. De Graaf dalam Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senopati (1985), Mas Karebet kemudian lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir.
Takdir membawa Jaka Tingkir muda bertemu orang-orang hebat. Dalam pupuh diceritakan, Jaka Tingkir pernah bersua sosok tak dikenal yang memberikannya wejangan. Orang itu ternyata Sunan Kalijaga.
Atas saran ibu angkatnya, Jaka Tingkir berguru kepada Ki Ageng Sela. Ia kemudian dipersaudarakan dengan tiga murid lainnya yakni Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi. Tiga orang ini kelak membantu Jaka Tingkir membasmi pemberontakan Arya Penangsang, cucu Raden Patah, sekaligus mengubah jalannya sejarah.
Yang menarik, De Graaf menyebut bahwa Jaka Tingkir juga diangkat murid oleh Sunan Kudus, orang yang telah menyebabkan ayahnya tewas dan menghancurkan keluarganya di masa lalu. Menariknya lagi, Arya Penangsang nyantri pula kepada Sunan Kudus bareng Jaka Tingkir.
Terakhir, Jaka Tingkir dididik oleh pamannya, yakni Ki Kebo Kanigoro atau yang dikenal pula sebagai Ki Ageng Banyubiru. Dengan bekal berbagai ilmu yang diperolehnya dari guru-guru yang hebat, Jaka Tingkir ingin bekerja di Kesultanan Demak.
Dendam yang Terbalas oleh Takdir
Sebagaimana dikutip dari Serat Sri Nata Babad Tanah Jawi (2018) yang ditafsirkan oleh Anton Suparnjo Dipomenggolo, Nyi Ageng Tingkir sangat mendukung niat putra angkatnya yang berkeinginan bekerja di Kesultanan Demak.
Kebetulan, adik Nyi Ageng Tingkir yang bernama Kiai Gandamustaka –dikenal pula dengan nama Ki Ganjur karena memimpin daerah Ganjur– adalah pengurus Masjid Agung Demak. Jaka Tingkir pun menemui Kiai Gandamustaka.
Jaka Tingkir diterima dengan baik oleh Kiai Gandamustaka di Demak dan membantu paman angkatnya itu menjadi pengurus masjid kerajaan. Takdir kembali tak bisa disangka karena ada kejadian yang amat mempengaruhi hidupnya sekaligus bakal mengubah sejarah Kesultanan Demak.
Suatu hari, penguasa Kesultanan Demak, Sultan Trenggana (1521-1545 M), tanpa sengaja melihat kecakapan olah tubuh Jaka Tingkir yang membuatnya kagum. Sultan Trenggana kemudian mengangkat Jaka Tingkir sebagai kepala prajurit dengan pangkat lurah tamtama.
Dari sinilah jalan karier Jaka Tingkir terbuka lebar dan melaju mulus. Ia mendapat restu dari Sultan Trenggana untuk menikahi putri sang raja yang bernama Dewi Cempaka. Jaka Tingkir kemudian ditunjuk sebagai adipati di Pajang (dekat Surakarta) dan menyandang gelar Adipati Hadiwijaya.
Jaka Tingkir alias Adipati Hadiwijaya tampil sebagai penyelamat sekaligus pemungkas Kesultanan Demak setelah wafatnya Sultan Trenggana pada 1545 M. Ia menumpas pemberontakan Arya Penangsang berkat bantuan tiga saudara angkatnya sesama murid Ki Ageng Sela yakni Ki Juru Martani, Ki Panjawi, dan Ki Ageng Pemanahan yang membawa serta putranya, Danang Sutawijaya.
Arya Penangsang dan Jaka Tingkir sama-sama pernah belajar kepada Sunan Kudus. Kematian Arya Penangsang –yang merupakan murid kesayangan Sunan Kudus– pada 1549 M menjadi pukulan memilukan bagi ulama besar Wali Songo itu. Sunan Kudus wafat tak sampai setahun berselang.
Tewasnya Arya Penangsang membuka jalan bagi Jaka Tingkir alias Adipati Hadiwijaya untuk menduduki singgasana Kesultanan Demak. Ia kemudian memindahkan pusat kerajaan ke kadipatennya yakni Pajang.
Sejak 1549 M itu, Jaka Tingkir mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Pajang. Ia bertakhta sebagai raja pertama dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Sementara Demak dijadikan kadipaten yang bernaung di bawah kekuasaan Kesultanan Pajang.
Sekali lagi, takdir memang tidak bisa diduga. Dendam yang semula tidak terlalu dipikirkan kini terbalas dengan sendirinya. Jaka Tingkir mengakhiri riwayat jejaring kekuasaan Demak yang dulu memungkasi hidup ayahnya sekaligus menghancurkan keluarganya.
Baca juga
- Lahir Rabu Kliwon, Anies Baswedan Masuk Circle Weton Presiden
- Makna Lakon Wayang Kulit Bima Suci Buat Anies Baswedan
- Ungkapan Anies Baswedan untuk Kondang Sutrisno: Selamat Jalan Pejuang
- Peran Alim Ulama dalam Merekatkan Kembali Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
- Kisah Unik Wan Sehan di Rumah Anies Baswedan