Gus Miek, Dakwah di Dunia Hitam & Tiga Karya Besarnya

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin
Gus Miek Menggunakan Peci dan Baju Jawa /Foto: santri.laduni.id

Sosok KH. Hamim Tohari Djazuli, yang lebih dikenal dengan julukan Gus Miek, adalah salah seorang dari sekian ulama besar Jawa yang berkharisma. Lahir pada 17 Agustus 1940 dari pasangan KH Djazuli dan Nyai Rodhiyah, di Desa Ploso, Mojo, Kediri.

Kedua orangtua Gus Miek merupakan keturunan darah biru, para pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa dan memiliki ikatan darah yang kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, terutama di Jawa Timur. Nyai Rodhiyah sendiri memiliki garis keturunan hingga Sayidina Ali bin Ali Thalib. Dalam buku Perjalanan dan Ajaran Gus Miek (2007) karya M. Nurul Ibad, disebutkan, Gus Miek sejak kanak-kanak telah memiliki daya linuwih dan perilaku khariqul ‘adah yang bahkan nyaris di luar sangkaan orang awam, termasuk para pengikut setianya di Jantiko Mantab maupun Dzikrul Ghofilin.

Ada pula yang menyatakan Gus Miek adalah wali agung penuh karomah, sang penjaga Alquran yang kemudian diwujudkan dalam acara sema’an di Jantiko Mantab dan Dzikrul Ghofilin, pengentas gerombolan bromocorah, penyadar kawanan maling dan penjudi, pemabok, dan pelacur dari lembah nista, dan masih banyak lagi.

Adapun sema’an Alquran Jantiko Mantab dan mujahadah Dzikrul Ghofilin hingga kini masih tetap dijalankan oleh pengikutnya, bahkan lebih semarak, di berbagai tempat. Merambah ke berbagai pelosok negeri, baik di pedesaan, kabupaten, bahkan sampai keraton dan istana kepresidenan. Sosok Gus Miek juga tidak bisa dilepaskan dari Dzikrul Ghofilin, salah satu karya besarnya yang dia persembahkan bagi umat Islam di Indonesia.

Dalam berdakwah, Gus Miek juga memasuki dunia hitam yang penuh dengan kemaksiatan, dunia yang menjadi lahan dakwahnya, juga dunia yang dipenuhi dengan minuman keras, perjudian, dan perempuan nakal.

Sejumlah ulama besar telah turut mewarnai perjalanan hidup Gus Miek. Yakni, KH Mubasyir Mundzir yang memerhatikan Gus Miek sejak kecil, kemudian Gus Ud Pagerwojo, dan KH Hamid Pasuruan. Kedua ulama besar ini telah dikunjungi dan dekat dengan Gus Miek sejak usia 9 tahun.

Memasuki usia belasan, Gus Miek bertemu dengan beberapa kiai di Jawa Tengah. Dari KH Dalhar Watucongkol, Gus Miek terhubung dengan Mbah Jogoreso Gunungpring, KH Arwani Kudus, KH Ashari Lempuyangan Yogyakarta, Gus Mad (putra KH Dalhar), dan KH. Mansyur.

Sedangkan dari KH Ashari, Gus Miek terhubung dengan K. Abdurrahman bin Hasyim (Mbah Benu) Yogyakarta dan KH Hamid Kajoran. Dari KH Hamid Kajoran, Gus Miek terkoneksi dengan Mbah Juneid, Mbah Mangli, dan Mbah Muslih.

Tiga Karya Besar Gus Miek
Masih dalam buku yang sama, diungkapkan bahwa Gus Miek meninggalkan sejumlah karya besar sebagai jejak tonggak perjuangan, antara lain jamaah mujahadah Lailiyah, Dzikrul Ghofilin, dan Jantiko.

Gus Miek telah menentukan wilayah umat yang menjadi sasaran dakwahnya. Gus Miek membuat ramuan yang berbeda dengan apa yang telah ada, dan lebih mudah dan ringan dijalankan, tetapi lebih tepat untuk mencapai keridhoan Allah.

Amalannya bisa diterima dan dijalankan setiap orang yang selama ini dilihat, ditemui, dan terlebih lagi yang pernah akrab dengan Gus Miek. Mereka dari berbagai komunitas, seperti para santri, tukang becak, dan orang-orang yang masih suka berjudi dan meminum minuman keras. Sebagain dari mereka adalah kelompok orang-orang yang belum mengenal dan memahami agama secara mendalam.

Amalan Gus Miek juga bisa diamalkan secara bersama-sama oleh umat dari berbagai latar belakang tarekat. Juga diperuntukkan bagi orang yang masih awam, orang alim, dan pelaku maksiat.

Amalan dari Gus Miek sangat sederhana dalam praktik pengamalannya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para pengamalnya. Dalam buku itu dijelaskan, Gus Miek mengembangkan kegiatan ini dari makam ke makam para wali.

Gus Miek mengajukan konsep dan pedoman hidup yang sangat sederhana dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh.
Di rumah M Khozin, Kauman, Tulungagung, Gus Miek mendeklarasikan model bagi pilihan dakwahnya, pada 18 Desember 1962. Setelah acara deklarasi tersebut, acara zikir itu terus dilanjutkan hampir setiap malam dimulai sesudah pukul 12.00 malam dan selesai sekira pukul 03.00 dini hari.

Dalam dakwah Lailiyah, Gus Miek selalu berusaha untuk hadir, tidak mengenal hujan maupun banjir. Dikisahkan, salah satu kelebihan Gus Miek pada saat akan berangkat ke tempat diadakan kegiatan, bila terjadi hujan biasanya hujan itu reda sampai Gus Miek tiba.

Seiring waktu berjalan, Gus Miek kemudian membuat naskah Dzikrul Ghofilin yang awal dicetak membutuhkan waktu panjang dari tahun 1971 hingga 1973. Saat itu, menjelang kepindahan ke Jember pada 1971, Gus Miek meminta KH Ahmad Siddiq memulai mencetak naskah tersebut lantaran KH Ahmad Siddiq mempunyai alat cetak.

Tepat pada bulan Ramadan tahun 1973, Gus Miek memerintahkan KH Ahmad Siddiq untuk memulai mengamalkan Dzikrul Ghofilin yang telah dicetak dan disebarkan kepada beberapa pengikut, terutama di wilayah Jember.

Di Kediri, Gus Miek menganjurkan kepada pengikutnya untuk ziarah di Setonogedong sehingga kawasan itu menjadi semakin ramai setelah sebelumnya masih gelap. Selain itu juga mengajak menziarahi makam KH Ihsan Dahlan Jampes, KH Abdullah Mursyad Setonolanderan, KH. Mustajab Gedong, dan KH Zaenudin Mojosari.

Seiring pembangunan di Tambak, Gus Miek mulai memperkenalkan Dzikrul Ghofilin di Kediri, dan makam Setonogedong menjadi tempat pengesahan (ijasah) pengamalan Dzikrul Ghofilin secara bersama.

Setelah kegiatan Dzikrul Ghofilin berjalan dinamis di Kediri, Jember, dan Tulungagung, lantas Gus Miek mengembangkan Dzikrul Ghofilin di Yogyakarta melibatkan KH Hamid Kajoran dan KH Daldiri yang merupakan tokoh ternama di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Selain merintis dakwah Lailiyah dan Dzikrul Ghofilin, Gus Miek juga mendirikan Jantiko. Salah satu alasan Gus Miek mendirikan Jantiko adalah keprihatian dia akan para huffaz yang telah bersusah payah menghapalan dan membacakan Alquran, tetapi jarang sekali ada yang mau menyimak. Fakta ini banyak terlihat di sejumlah daerah dalam kegiatan memperingati kematian salah satu anggota keluarganya.

Hal itu mendorong Gus Miek mendirikan kegiatan Alquran yang dikemas sedemikan rupa agar menarik minat anak-anak untuk menghadirinya, di man pada akhirnya, dapat bersemangat kembali mempelajari Alquran.

Kepedulian Gus Miek tersebut, menurut KH Dahnan Basuny karena memang Gus Miek telah diberi kepercayaan oleh Allah untuk menjaga Alquran, sebagaimana firman Allah sendiri. Sehingga Gus Miek memiliki kemampuan luar biasa di luar kemampuan akal untuk menerimanya, menarik ribuan umat untuk mendatangi acaranya.

Kegiatan membaca, menyimak, atau belajar Alquran yang semula dipandang membosankan bagi kalangan anak-anak, remaja, dan orantua, oleh Gus Miek kemudian dikemas menjadi sebuah kegiatan sema’an Alquran yang menarik dan bisa menjadi wadah bagi berbagai kalangan untuk mencari ketenangan, hiburan, dan sekaligus beribadah.

Kegiatan sema’an Alquran di Kediri yang bermula dari enam orang kemudian semakin lama semakin bertambah banyak. Ini semua hasil perjuangan yang sangat panjang, penuh suka dan duka, serta pengorbanan yang terus dilakukan oleh Gus Miek untuk membuat sema’an Alquran dapat diterima oleh kalangan luas.

Kegiatan sema’an sepanjang tahun 1986 yang kemudian diberi nama Jantiko itu, hanya dilaksanakan di sekitar Kediri. Seiring perkembangan waktu, Jantiko kemudian merambah ke Tulungagung, Blitar, dan Trenggalek. Lalu pada 1987 sema’an Jantiko mulai digalakkan di wilayah timur, seperti Jember.
Jantiko yang telah berkembang pesat, pada 1989 mengalami perubahan nama. KH Dahnan memberikan masukan agar Jantiko diganti menjadi Mantaba (orang-orang yang bertobat). Gus Miek menyetujuinya dengan tidak mengganti Jantiko dengan Mantaba melainkan disatukan menjadi Jantiko Mantaba. Tetapi Gus Miek menuyebut Mantaba sebagai singkatan dari Majelis Nawaitu Tapa Brata.

 

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin

SERING DIBACA

IKUTI KAMI