Galuh Purba, Kisah Salah Satu Kerajaan Tertua di Tanah Jawa
- Maret 31, 2022
- 8:48 pm

Keberadaan kerajaan tertua yang pertama kali berdiri di tanah Jawa kerapkali menjadi perdebatan antar sejarawan. Bak merangkai potongan puzzle yang tercecer, menguak kisah yang terjadi pada masa lampau bukan perkara yang mudah. Berbagai kendala ditemui bahkan tak jarang menghentikan langkah para sejarawan untuk terus membuka tabir meski secara perlahan.
Kurangnya sumber sejarah, terhalang lokasi yang sulit dijangkau, serta banyak saksi mata yang sudah berpulang menjadi kendala utama yang selalu menghambat penelitian dan penelusuran sejarah.
Namun, kisah saalah satu kerajaan tertua yang di gadang-gadang berada di Jawa Tengah ini akhirnya menemukan jalannya sendiri. Tepat berada di kaki Gunung Slamet, kerajaan yang yang bernama Galuh Purba ini bahkan diyakini sebagai induk dari kerajaan-kerajaan berikutnya di wilayah yang dahulu disebut sebagai Jawa Dwipa.
Dilihat dari letaknya yang berada di lereng Gunung Slamet, kerajaan ini konon terbentuk dari sekumpulan manusia yang saling berinteraksi dan bemukim di sekitar Gunung Slamet. Sedikit demi sedikit dan pelan tapi pasti mereka kemudian membentuk sebuah kampung yang berkembang hingga menjadi sebuah kerajaan.

Jika ditarik garis mundur, kala itu Gunung Slamet merupakan satu-satunya gunung terbesar yang berada di Jawa Dwipa. Memiliki tinggi kurang lebih mencapai 3.428 meter diatas permukaan laut, gunung ini dipercaya sebagai puncak kedua yang paling dekat dengan Tlatah Jawa setelah Gunung Semeru.
Sebelum masyarakat sekarang mengenalnya dengan Gunung Slamet, gunung masih berstatus aktif ini dahulu lebih dikenal dengan sebutan Gunung Ghora atau Gunung Agung karena gunung begitu tersohor karena kebesarannya.
Selain itu, Gunung Slamet ini juga memiliki aktivitas vulkanik yang luar biasa. Berkah berupa udara yang bersih dan tanah yang senantiasa di limpahi kesuburan menjadi faktor utama yang menyebabkan banyak manusia di zaman dahulu sudah lebih dulu “tampil” sejak ribuan tahun yang lalu.
Tak jarang, masyarakat yang telah bermukin di sekitar lereng gunung Slamet melakukan beberapa ritual bahkan pemujaan agar berkah Gunung Slamet selalu melimpah. Lebih dari itu, masyarakat yang mayoritas bekerja di ladang ini juga memohon agar dihindarkan dari amukan amarah sang Gunung Slamet.
Kisah Kerajaan Galuh Purba
Menurut Gunanto Eko Saputro pemerhati sejarah Purbalingga, mengutip dari catatan sejarawan Belanda W. J. Van Der Meulen dalam bukunya yang berjudul “Indonesia di Ambang Sejarah” (1988), bahwa kerajaan Galuh Purba adalah kerajaan pertama di pulau Jawa yang terbentuk pada abad 1 Masehi yang berpusat dilereng Gunung Slamet.
Melalui sebuah diskusi Historia Perwira dengan mengambil tema ‘Galuh Purba : Kerajaan Tertua di Jawa ada di Purbalingga?’ (28 Maret 2022) yang dimuat oleh RMOL JATENG, ia menyebutkan, para pendiri Kerajaan Galuh Purba merupakan sekelompok pendatang yang datang dari Kutai Kalimantan Timur pada zaman pra Hindu.

Melalui beberapa naskah sejarah, sekelompok pendatang tersebut diketahui masuk melalui Cirebon, namun tak berselang lama mereka akhirnya berpencar masuk ke beberapa pedalaman serta secara mandiri membangun dan mengembangkan peradaban di sekitar Gunung Cermai, Gunung Slamet dan Lembah Sungai Serayu.
Dalam bukunya tersebut, Van der Meulen yang merupakan seorang misionaris juga pendidik dengan keahlian di bidang filsafat dan sejarah ini menjelaskan, pendatang yang menetap di sekitar Gunung Cermai mengembangkan peradaban Sunda. Sedangkan pendatang yang memutuskan untuk menetap di kaki Gunung Slamet mendirikan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Galuh Purba.
Diketahui, Kerajaan Galuh Purba ini terbentuk akibat interaksi yang sangat dekat dan dalam antara para pendatang dengan masyarakat setempat yang telah lebih dulu mendiami kawasan kaki Gunung Slamet. Lalu, Kerajaan Galuh Purba mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menjadi kerajaan yang sangat disegani.
Kerajaan yang dipercaya eksis pada periode abad ke 1 hingga abad ke 6 Masehi ini memiliki wilayah kekuasaan yang cukup luas meliputi Jawa Tengah serta sebagian Jawa Barat. Masing-masing diantaranya yakni Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Kedu, Kulonprogo, dan Purwodadi.
Dilansir dari kanal YouTube Insights & Inspirative Channel, Kerajaan Galuh Purba ini lalu berkembang menjadi dua kerajaan besar di masa-masa selanjutnya. Dua kerajaan besar tersebut adalah Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah serta Kerajaan Galuh di Jawa Barat.
Nampak, hubungan dua kerajaan itu memang terlihat selalu harmonis dan terjalin sangat baik. Hal itu merujuk karena asal usul mereka berasal dari rumpun yang sama, bahkan kemunculan Dinasti Sanjaya yang kemudian mampu melahirkan raja-raja hebat di Jawa dipercaya merupakan buah hasil dari perkawinan antar dua kerajaan tersebut.
Menurut salah satu peneliti yang menulis laporan sejarah Galuh pada tahun 1972, ternyata dahulunya Kerajaan Galuh Purba dibangun oleh seorang ratu yang sejak kala itu kerap disapa Ratu Galuh. Namun, dalam laporan itu juga tertulis bahwa saat dibangun, kerajaan itu masih bernama Galuh Sindula.
Karena minimnya sumber sejarah, munculah sedikit perdebatan tentang nama pertama dari Kerajaan Galuh Purba ini. Pasalnya, ada sebuah naskah lain yang menyebutkan bahwa nama kerajaan itu mulanya adalah Kerajaan Bojonggaluh. Dimana, pada periode antara abad pertama hingga keenam Masehi menempatkan ibukotanya di Medangdili.
Namun sangat disayangkan, tak banyak catatan sejarah yang menjelaskan tentang perkembangan peradaban Kerajaan Galuh Purba ini. Disisi lain, beberapa daerah yang menggunakan nama Galuh dipercaya sejarawan Van der Muelen sebagai wilayah yang dahulunya pernah dikuasai oleh Kerajaan Galuh Purba.
Beberapa daerah yang menggunakan nama Galuh diantaranya seperti Rajagaluh di Majalengka, Galuh di Purbalingga, Galuh Timur di Bumiayu, Sirah Galuh di Cilacap, Begaluh di Wonosobo, Samigaluh di Kulonprogo serta Sigaluh di Purwodadi.
Salah satu bukti besarnya peradaban Kerajaan Galuh Purba tak hanya bisa dilihat dari kemampuannya melahirkan banyak raja hebat di tanah Jawa, lebih dari itu keraajaan ini ternyata juga telah menurunkan sebuah bahasa yang masih satu rumpun dengan bahasa Jawa bagian Barat atau kini lebih dikenal dengan sebutan Bahasa Jawa Ngapak.
Dimana, warisan bahasa tersebut juga sempat disinggung oleh Eugenius Marius Uhlenbeck seorang ahli filologi dalam kajian di bukunya yang berjudul “A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura” (1964). Dalam kajiannya tersebut, penulis yang berkebangsaan Belanda ini menjelaskan bahwa rumpun Bahasa Banyumasan yang kini telah lebih dulu eksis dinilai lebih tua apabila dibandingkan dengan sub bahasa yang digunakan masyarakat di daerah lainnya.
Kerajaan Galuh Purba Perlahan Menghilang
Pamor Kerajaan Galuh Purba yang semakin lama semakin redup dibuktikan dengan kisah yang tertulis di Prasasti Bogor. Pada prasasti tersebut, pusat pemerintahan Kerajaan Galuh Purba bahkan dipindah ke wilayah Kawali di daerah dekat Garut dan berganti nama menjadi Kerajaan Galuh Kawali.
Tak hanya dikarenakan adanya Dinasti Syailendra di Jawa Tengah yang mulai melebarkan sayapnya, kemunduran peradaban Kerajaan Galuh Purba juga disebabkan oleh perpindahan wilayah pusat dari bawah kaki Gunung Slamet ke suatu daerah di sekitar Garut. Hal itu semakin diperparah dengan berkembangnya Kerajaan Kalingga yang saat itu masih menjadi bagian dari Kerajaan Galuh Purba.

Disaat yang hampir bersamaan, di wilayah bagian barat berkembang sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Tarumanegara. Pada saat itulah Kerajaan Galuh Purba (Kawali) jatuh ke tangan Kerajaan Tarumanegara yang saat itu dipimpin oleh Raja Purnawarman.
Mesipun telah berada dalam kekuasaan kerajaan lain, pamor Kerajaan Galuh Purba (Kawali) sempat mengalami kemajuan. Eksistensi keberadaan kerajaan ini memang tidak begitu stabil, namun pada masa pemerintahan Tarusbawa Wretikandayun, Kerajaan Galuh Purba kembali mendeklarasikan kemerdekaannya hingga mendapat dukungan dari beberapa kerajaan tetangga.
Semakin berjalannya waktu, Kerajaan Galuh digadang-gadang sebagai titik lahirnya Kerajaan Padjajaran. Nyatanya hal tersebut ternyata bisa dibuktikan, perlahan tapi pasti kerajaan kecil yang berawal dari kaki Gunung Slamet ini berkembang menjadi Kerajaan Padjajaran.
Bahkan, untuk melestarikan keturunannya, masing-masing keturunan dari Kerajaan Galuh dilangsungkan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dari hasil perkawinan itulah, raja-raja besar di Jawa mulai dilahirkan.
Namun, ada beberapa literasi sejarah yang menyebutkan bahwa Kerajaan Galuh Purba pernah mengalami masa-masa sulit setelah perang Bubat dengan Kerajaan Majapahit. Disebutkan, Prabu Linggabhuana gugur dalam perang tersebut. Konon, ia meninggalkan sang putra mahkota Wastukancana yang saat itu masih kecil.
Asumsi-asumsi para sejarawan juga banyak yang bermunculan, meskipun belum ditemukan bukti yang kuat terdapat sebuah sumber yang mengatakan bahwa kerajaan ini dinyatakan runtuh pada tahun 1595 ketika berhasil dikuasai oleh Kerajaan Mataram.
Baca juga
- Lahir Rabu Kliwon, Anies Baswedan Masuk Circle Weton Presiden
- Makna Lakon Wayang Kulit Bima Suci Buat Anies Baswedan
- Peran Alim Ulama dalam Merekatkan Kembali Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
- Kisah Unik Wan Sehan di Rumah Anies Baswedan
- Ungkapan Anies Baswedan untuk Kondang Sutrisno: Selamat Jalan Pejuang