Cerita Anies Baswedan Saat Silaturahmi di Ponpes Lirboyo Kediri
- Mei 17, 2023
- 10:11 am

SANTRI KERTONYONO – Anies Baswedan pernah bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur. Peristiwa itu berlangsung sepuluh tahun silam,yakni tepatnya 22 Desember 2013.
Anies yang merupakan Capres 2024 memang dikenal akrab dengan lingkungan pesantren NU (Nahdlatul Ulama). Silaturahmi dari pesantren ke pesantren sudah menjadi tradisinya.
Belum lama ini Anies Baswedan juga mengunjungi Ponpes Narukan, Rembang Jawa Tengah. Selama dua jam lebih, Anies berbincang gayeng dengan KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.
Bahkan Anies diajak menyinggahi ndalem geladak, yakni rumah leluhur Gus Baha, di mana almarhum Rais Aam PBNU KH Sahal Mahfudz sewaktu kecil pernah diasuh nenek Gus Baha.
Begitu juga saat bersilaturahmi di pesantren Lirboyo, Kediri. Anies yang merupakan cucu Pahlawan Nasional AR Baswedan, diterima dengan baik oleh KH Idris Marzuki.
Kiai Idris Marzuki atau akrab dipanggil Mbah Idris merupakan pengasuh Ponpes Lirboyo. Mbah Idris yang wafat pada 9 Juni 2014 merupakan putra Kiai Marzuki Dahlan.
Ibu Mbah Idris, Nyai Maryam adalah putri Kiai Abdul Karim atau Mbah Manab, pendiri Ponpes Lirboyo Kediri. Dikutip dari berbagai sumber, kehadiran Anies Baswedan di Ponpes Lirboyo Kediri bersamaan dengan digelarnya acara dialog kebangsaan.
Dialog bertema Reaktualisasi Karakter Bangsa Dalam NKRI berlangsung di aula Muktamar Ponpes Lirboyo. Selain mahasiswa dan masyarakat umum, acara dihadiri Sekertaris PBNU Saefullah Yusuf (Gus Ipul) yang saat itu menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur.
Kemudian hadir juga Wakil Pengurus Wilayah NU Jawa Timur KH Anwar Iskandar (Gus War). Diketahui, sebelum silaturahmi ke Ponpes Lirboyo, Anies Baswedan lebih dulu menziarahi makam Proklamator RI Soekarno (Bung Karno) di Kota Blitar.
Anies bersama rombongan dalam rangka menunaikan program kebangsaan, yakni melakukan perjalanan 3.000 kilometer keliling Jawa. Sebelumnya Yogyakarta lebih dulu ia datangi.
Di Lirboyo Kediri, Anies sempat berbicara soal ketokohan dan kepemimpinan Bung Karno. Ia mengatakan bangsa Indonesia saat ini membutuhkan figure pemimpin seperti Bung Karno.
“Bung Karno ini contoh pemimpin yang dibutuhkan saat ini,” katanya. Bung Karno, kata Anies memiliki pola kepemimpinan yang mampu merangkul semua kalangan.
Hal itu yang membuat rasa saling memiliki menjadi satu. Bung Karno kata dia juga mampu menggerakkan rakyat untuk sadar bersama-sama mencari solusi. Pola kepemimpinan itu yang membuat Bung Karno terus dikenang sampai kini.
“Bung Karno datang tidak menyelesaikan masalah satu-satu. Bung Karno itu menggerakkan seluruh rakyat untuk menyelesaikan masalah,” tambahnya.
Mbah Manab Pendiri Ponpes Lirboyo Kediri
“Nab, ilmuku sudah habis, kamu pulang saja,” kata Syaikhona Kholil atau Mbah Kholil Bangkalan Madura seperti dikutip dari Napak Tilas Masyayikh, Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura.
Nab yang dimaksud adalah Mbah Manab atau Kiai Abdul Karim, santri Mbah Kholil Bangkalan yang kemudian mendirikan Ponpes Lirboyo Kediri. Pondok pesantren terbesar di wilayah Mataraman Timur itu (eks Karsidenan Kediri) berdiri pada tahun 1910.
Mbah Manab berasal dari Desa Diangan, Kawedanan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ia adalah putra ketiga dari empat bersaudara pasangan Abdurrahim dan Salamah.
Manab lahir tahun 1856. Abdurrahim, ayahnya, seorang petani kecil yang hanya memiliki sepetak sawah serta beberapa ekor ternak. Di sela waktunya, Abdurrahim juga berdagang di Pasar Muntilan.
Abdurrahim meninggal dunia pada usia yang relatif masih muda. Manab dan saudaranya yang belum juga menginjak remaja menjadi seorang yatim.
Salamah, ibu Mbah Manab yang dalam perjalanannya menikah lagi dan dikaruniai tiga anak, mengganti peran suaminya. Salamah melanjutkan dagang di pasar Muntilan.
Dalam hidup serba terbatas, Manab bercita-cita bisa mandiri sekaligus ingin terus menuntut ilmu. Pada tahun 1870. Manab yang masih berusia 14 tahun, diajak Aliman, kakak sulungnya berkelana.
Keduanya berniat menimba ilmu di pondok pesantren Jawa Timur. Manab gembira. Sebab hal itu sudah lama diidamkannya. Keduanya pun mewujudkan keinginannya.
Setiba di Desa Babadan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Manab dan kakaknya belajar pada seorang kiai kampung pemangku mushala. Namun masa belajar di Gurah ini tidak lama.
Dari Gurah, Kediri, kedua santri kelana itu melanjutkan belajarnya di pesantren di wilayah Cepoko, yakni sekitar 20 kilometer dari Nganjuk. Enam tahun menimba ilmu di Cepoko, keduanya melanjutkan laku di Pesantren Trayang Bangsri, Kertosono. Dari Kertosono Nganjuk, berlanjut ke Timur.
Di Pesantren Sono Sidoarjo, Manab tujuh tahun belajar ilmu nahwu sharaf. Berharap besar adiknya bisa berkonsentrasi, Aliman melarang Manab ikut bekerja, yakni kebiasaan santri di sela waktu ngaji.
Aliman yang memutuskan untuk mencukupi semua kebutuhan adiknya. “Aku iso nyantri kerono diangkat kakangku (Aku bisa belajar di pesantren karena jasa kakakku),” kata Mbah Manab seperti diriwayatkan dalam Napak Tilas Masyayikh, Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura.
Dari Ponpes Sono Sidoarjo dan Ponpes Kedungdoro, Sepanjang Sidoarjo, Manab melanjutkan nyantri ke Kiai Syaikhona Kholil, Bangkalan Madura. Nama Mbah Kholil sudah lama ia dengar, yakni kiai besar yang banyak melahirkan kiai-kiai besar nusantara.
Di pesantren Mbah Kholil, Manab juga menyempatkan ke sawah. Di sela ngaji, ia membantu para petani bercocok tanam. Biasanya saat musim panen di mana para petani sedang mengetam padi, Manab ikut bekerja. Ia menerima gabah sebagai upah, yang kemudian disimpannya sebagai bekal makanan.
Saking terbatasnya hidup, selama nyantri di Mbah Kholil, Manab konon hanya memiliki sepotong baju yang melekat di tubuh. Saat baju kotor, ia mencucinya di sungai.
Di sela waktu menanti baju kering, Manab berendam di sungai seraya menghafal Alfiyyah Ibn Malik. Bahkan ia pernah tiba-tiba pingsan saat mengikuti pengajian tafsir al-Jalalain.
Usut punya usut, Manab ternyata belum makan sejak berbuka hingga sahur. Manab sebenarnya ingin terus belajar di pesantren Bangkalan. Namun karena tawadu kepada kiai, ia hanya bisa patuh saat Mbah Kholil memintanya pergi.
Dari Bangkalan Madura, Manab melanjutkan nyantri ke Ponpes Tebuireng, Jombang. Ia mendengar di Tebuireng ada seorang kiai ahli ilmu hadist yang juga pernah nyantri di Mbah Kholil, Bangkalan.
Namanya Kiai Hasyim Asy’ari. Selama lima tahun nyantri di Tebuireng, Mbah Manab bertemu dengan banyak santri lain yang kelak mendirikan pesantren di Jawa.
Diantaranya KH Wahab Hasbullah, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Chudlori dan KH Bisri Syansuri. Sampai mendirikan Ponpes Lirboyo, Mbah Manab istiqomah menjaga sikap zuhudnya.
Saking sederhananya, ada cerita di mana seorang santri baru pernah memerintah Mbah Manab membawakan kopornya. Santri baru itu mengira Mbah Manab pesuruh pesantren. Si santri sontak kaget begitu tahu laki-laki sederhana yang melayaninya dengan sopan itu ternyata pengasuh Ponpes Lirboyo.
Mbah Manab diketahui tidak pernah putus riyadhah (tirakat) yang sudah ia lakoni sejak santri. Setiap hari Jumat, ia berkebiasaan makan nasi yang porsinya hanya satu lepek.
Konon Mbah Manab setiap harinya hanya meneguk secangkir kopi. Sementara malam hari banyak ia habiskan waktu untuk berdizikir, mendaras Al Quran atau menelaah kitab kuning.
Usai salat subuh Mbah Manab memiliki tradisi membaca wiridan hauqalah dan tahlil bersama santri. Di saat menghadapi situasi genting, ia membiasakan santri-santrinya mendaras Qashidah Munfarijah, Hizib Nashar, Hizib Nawawi, Dalail al-khairat serta beberapa shalawat.
Kendati demikian ia tidak menganjurkan santri terlalu banyak membaca wirid atau ikut tarekat tertentu yang justru mengganggu belajar. Bagi Mbah Manab tugas utama santri adalah belajar.
Mbah Manab wafat pada tahun 1954, yakni tepatnya pada hari Senin, hari di mana Nabi Muhammad SAW wafat.
Baca juga
- Kisah Unik Wan Sehan di Rumah Anies Baswedan
- Ungkapan Anies Baswedan untuk Kondang Sutrisno: Selamat Jalan Pejuang
- Peran Alim Ulama dalam Merekatkan Kembali Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
- Makna Lakon Wayang Kulit Bima Suci Buat Anies Baswedan
- Lahir Rabu Kliwon, Anies Baswedan Masuk Circle Weton Presiden