Bagaimana Islam Memandang Adat Sesajen?

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin
Foto: Pradita Maharani Putri

Di era perkembangan teknologi yang maju dan pesat seperti sekarang ini, sesajen masih menjadi adat dan budaya masyarakat yang dipercaya sebagai sarana komunikasi dan perwujudan syukur kepada leluhur. Sesajen sendiri umumnya berisi makanan dan bunga yang akan dipersembahkan saat upacara adat.

Beberapa kalangan masyarakat meyakini bahwa sesajen merupakan bentuk usaha tertinggi dalam berkomunikasi dengan kekuatan supranatural yang telah melindungi mereka dari nasib buruk dan marabahaya.

Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, sesajen biasanya disiapkan saat akan menggelar kegiatan adat seperti pernikahan, kelahiran, upacara adat, tasyakuran serta hari-hari tertentu yang dipercayai sebagai hari baik. Sesajen juga merupakan bentuk syukur dan mendoakan leluhur atau nenek moyang yang telah berpulang.

Namun sayangnya, kepercayaan mereka terhadap kekuatan magis tersebut, bagi sebagian kecil kalangan masyarakat tak diterima dengan baik. Oknum masyarakat tersebut mengklaim bahwa persembahan seperti sesajen adalah bentuk syirik dan menduakan Allah SWT. Hingga sebuah bencana yang terjadi dikaitkan dengan kemurkaan Allah terhadap persembahan yang berwujud sesajen tersebut.

Belum lama ini, jagat media sosial dihebohkan dengan aksi seorang laki-laki yang membuang dan menendang sebuah sesajen di wilayah Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur.Dalam video amatir yang berdurasi tidak lebih dari 30 menit tersebut, nampak seorang laki-laki membuang beberapa sesajen di beberapa titik di bekas letusan gunung yang meletus pada 4 Desember 2021 silam.

“Ini yang membuat murka Allah, jarang sekali disadari. Bahwa inilah yang justru mengundang murka Allah, hingga Allah menurunkan adzabnya. (Takbir) Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar,” ucap laki-laki tersebut sesaat sebelum membuang sesajen.

Aksi tak terpuji yang ternyata dilakukan oleh HF relawan asal Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut mengundang kecaman dari berbagai pihak.

Tidak hanya netizen, organisasi umat Hindu atau yang biasanya disebut DPD Prajaniti Hindu Indonesia Jawa Timur merasa geram dengan aksi yang dinilai arogan itu.

Bahkan putri sulung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid juga mengaku geram dengan tindakan pria itu. Dalam cuitannya di Twitter, Alissa Wahid menyayangkan sikap HF yang terkesan memaksakan keyakinannya kepada orang lain.

“Meyakini bahwa sesajen tidak boleh, monggo saja. Tapi memaksakan itu kepada yang meyakininya, itu yang tidak boleh. Repot memang kalau ketemu yang model-model begini. Susah banget memahami bahwa dunia bikin milik kelompoknya saja,” tanggapan Alissa Wahid pada akun Twitter-nya.

Koordinatir jaringan Gusdurian ini menjelaskan, aksi menendang sesajen adalah perbuatan yang salah. Terlepas dari apakah aksi tersebut diunggah ataupun tidak diunggah di media sosial.

“Aneh sekali, kalaupun tidak ada yang mengunggah, tindakan itu tetap salah. Kesalahan dan kedzoliman tidak berubah menjadi benar hanya karena tidak ada yang mengetahui,” cuitan Alissa Wahid saat membalas komentar salah satu netizen.

Tidak berhenti disitu saja, DPD Prajaniti Hindu Indonesia Jawa Timur segera melaporkan aksi HF ke Polda Jatim. Mereka menilai, aksi HF merupakan bentuk penghinaan terhadap budaya nusantara yang juga berpotensi memecah belah kesatuan dan persatuan Republik Indonesia. Aksi melempar dan menendang sesajen dianggap melukai adat dan budaya umat Hindu.

Sementara itu, M. Quraish Shihab secara tegas mengatakan bahwa segala kegiatan yang dilakukan hendaknya diarahkan kepada Tuhan.

“Misalkan anda akan bermohon kepada manusia, sebelum anda bermohon kepada manusia hendaklah bermohon dulu kepada Tuhan. Agar Tuhan memberikan manusia ini kemampuan agar untuk memenuhi kebutuhan anda,” jelas M. Quraish Shihab dalam channel YouTube Najwa Shihab yang diunggah 14 Januari lalu.

Bersama Najwa Shihab, M. Quraish Shibab yang tak lain adalah pendiri pusat studi Alquran secara tegas melarang adanya sesajen. Sebab, konotasi pemahaman sesajen adalah sesuatu yang dipersembahkan selain kepada Tuhan.

Diulas Quraish Shihab, apa yang dipersembahkan kepada sesuatu bisa menjadi berbagai macam motif. Seperti halnya mempersembahkan sesuatu ke laut supaya ikan bisa makan, dipersembahkan ke hutan agar kera bisa makan.

“Tetapi kita anggaplah bahwa sesaji yang diberikan di kaki Gunung Semeru itu memang bermaksud untuk memohon bantuan suatu kekuatan selain kekuatan Illahi. Nah, ini yang kita harus hati-hati. Karena setiap masyarakat menurut Alquran ada hal-hal yang dianggapnya baik,” demikian penjelasan Ulama jebolan Kampus Al Azhar Kairo Mesir ini.

Ditekankan Quraish Shihab, jangan mengganggu apa yang telah dianggap baik oleh masyarakat tertentu. Hal tersebut sesuai dengan QS. Al-An’am ayat : 108 yang artinya “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan“.

“Memaki saja tidak boleh, apalagi menendang. Memang begitulah Allah menjadikan manusia mencintai sesuatu, menganggap baik sesuatu. Tidak apa-apa, nanti tuhan yang menentukan di hari kemudian,” terang Qurasih Shihab.

Dijelasan Quraish Shihab, umat Islam harus menghormati setiap ada orang menjalankan adat dan keyakinannya. Kata dia, menghormati tidak kemudian berarti setuju dengan apa yang dijalankan oleh orang tersebut.

“Kita hormati suku Tengger yang memang berada di sekitar kaki Gunung Semeru dimana salah satunya adat istiadatnya adalah menaruh sesajen. Menghormati bukan berarti kita setuju. Itu adatnya, itu kebiasaannya, itu kepercayaannya. Kenapa diganggu?”tanya Quraish Shihab.

Menurut Ulama yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1998 itu, meskipun dengan tujuan ingin berdakwah, aksi HF tetap tidak bisa dibenarkan. Dakwah seharusnya dilakukan dengan lemah lembut tanpa terkesan memaksakan apalagi hingga mengintimidasi suatu kepercayaan yang telah dianut sebelumnya.

Mengingat, dakwah merupakan ajakan atau seruan untuk bersama-sama mengamalkan ajaran agama tanpa ada unsur menyudutkan suatu kepercayaan.Keragaman suku, adat dan budaya sudah selayaknya dihormati dan dihargai.

Karena keragaman itulah melahirkan Indonesia, perbedaan keyakinan tak sepatutnya malah memecah belah golongan. Memaksakan keyakinan untuk dipercaya oleh sebagian masyarakat juga bukan hal yang etis untuk dilakukan.

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on linkedin

SERING DIBACA

IKUTI KAMI